BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 13 Maret 2010

Nikah Siri, Pencatatan atau Berbuat Zina (?)

TIDAK ada dalilnya Rasulullah mengadakan pernikahan, termasuk untuk para sahabat. Ketika Rasulullah SAW melaksanakan poligami, beliau tidak minta izin dan tidak ada keterangan yang mengharuskan itu. Kalau mau berpoligami, silakan.

Zaman Rasulullah nikah siri tidak ada karena sesungguhnya Rusulullah tidak menyukai pernikahan siri. Di zaman Rasulullah, ada seorang sahabat yang diam-diam menikah tanpa memberitahunya. Maka Rasulullah bertanya, "Di mukamu ada bintik-bintik kekuningan. Kamu sudah menikah? Kalau begitu, coba sebar luaskan, kamu harus walimah (resepsi) walaupun hanya punya satu kambing, lakukanlah". Ini artinya, di zaman Rasulullah pun tetangga harus diberi tahu.

Saat itu tidak ada catatan, tapi tetangga diberitahu. Secara Islam pernikahan seperti ini sah, meski secara hukum negara mungkin dianggap tidak sah.

Sekarang ini, masyarakat kita bersilang pendapat tentang nikah siri, yakni pernikahan yang tidak tercatat di kantor urusan agama (KUA). Alasan pemerintah, jika pernikahan tidak dicatat di KUA maka akan mengorbankan istri dan menelantarkan anak.

Sebetulnya, sebelum bertindak kita harus tahu dulu akar permasalahannya, kenapa di negeri ini banyak terjadi pernikahan siri. Sebenarnya nikah siri ternyata bukan keinginan pelakunya semata, tapi akibat ribetnya pengurusan administrasi pernikanan atau perceraian.

Misalnya dalam undang-undang bila seseorang akan melakukan poligami, istri pertama harus memberikan izin di Pengadilan Agama Islam (PAI). Istri mana yang mau memberikan izin di hadapan hakim? Sementara Alquran memperbolehkan poligami. Rasulullah SAW saat melakukan poligami tidak pernah meminta izin kepada istrinya dan tidak pernah juga memerintahkan para sahabatnya yang berniat poligami untuk meminta izin dulu dari istri pertama.

Kedua, kebanyakan orang yang melakukan nikah siri adalah duda dan janda yang tidak punya akta cerai dari PAI, karena mereka tidak mau cerai di PAI. Alasannya, tempatnya jauh, biayanya tidak terjangkau, dan prosesnya cukup lama, sehingga kadang-kadang menggunakan jasa pengacara. Berapa bayar pengacara? Terpaksa mereka membuat kesepakatan bersama untuk membuat ikrar talak di atas materai, sementara di KUA ikrar talak seperti itu tidak dilayani. Jelasnya, KUA tidak mau mencatatnya. Terpaksa mereka melaksanakan nikah siri daripada berzina. Sebenarnya, masyarakat yang melaksanakan pernikahan sangat berharap punya buku nikah.

Kemudahan administrasi

Pertanyaannya, apakah orang yang menikah dan punya surat nikah, tidak ada yang menelantarkan istri dan anak? Tidak sedikit orang yang menelantarkan anak dan istri, padahal mereka punya surat nikah! Pencatatan ini sesungguhnya untuk ketertiban administrasi saja, misalnya membuat akta dan waris. Pemerintah memang harus mengadakan pencatatan.

Di zaman Rasulullah, ada seorang perempuan yang bertanya. "Ya Rasulullah, saya sudah tidak suka terhadap suami saya. Ini bukan masalah agamanya, tapi kalau diteruskan, bisa mendorong saya melakukan maksiat". Jawaban Rasulullah saat itu, "Kalau begitu kembalikan olehmu maharnya". Cerai saja, jangan sampai berlarut-larut.

Artinya, kalau memang aturan negara mengharuskan seperti itu, apakah tidak bisa melalui KUA atau ada perwakilan PAI di KUA, supaya proses perceraian tidak sampai berbelit-belit. Sehingga akhirnya tujuan yang baik malah mendorong orang berbuat tidak baik, karena bisa menjurus pada zina.

Kalau mau membuat undang-undang baru silakan, masih banyak orang yang melanggar aturan agama Islam yang harus dipenjara, kalau bisa dihukum rajam. Di Batam misalnya, ribuan pekerja seks komersial secara tidak langsung dilegalkan oleh negara.

0 komentar:

Sabtu, 13 Maret 2010

Nikah Siri, Pencatatan atau Berbuat Zina (?)

Diposting oleh Anissatul Faizah (kakeanis) di 15.16
TIDAK ada dalilnya Rasulullah mengadakan pernikahan, termasuk untuk para sahabat. Ketika Rasulullah SAW melaksanakan poligami, beliau tidak minta izin dan tidak ada keterangan yang mengharuskan itu. Kalau mau berpoligami, silakan.

Zaman Rasulullah nikah siri tidak ada karena sesungguhnya Rusulullah tidak menyukai pernikahan siri. Di zaman Rasulullah, ada seorang sahabat yang diam-diam menikah tanpa memberitahunya. Maka Rasulullah bertanya, "Di mukamu ada bintik-bintik kekuningan. Kamu sudah menikah? Kalau begitu, coba sebar luaskan, kamu harus walimah (resepsi) walaupun hanya punya satu kambing, lakukanlah". Ini artinya, di zaman Rasulullah pun tetangga harus diberi tahu.

Saat itu tidak ada catatan, tapi tetangga diberitahu. Secara Islam pernikahan seperti ini sah, meski secara hukum negara mungkin dianggap tidak sah.

Sekarang ini, masyarakat kita bersilang pendapat tentang nikah siri, yakni pernikahan yang tidak tercatat di kantor urusan agama (KUA). Alasan pemerintah, jika pernikahan tidak dicatat di KUA maka akan mengorbankan istri dan menelantarkan anak.

Sebetulnya, sebelum bertindak kita harus tahu dulu akar permasalahannya, kenapa di negeri ini banyak terjadi pernikahan siri. Sebenarnya nikah siri ternyata bukan keinginan pelakunya semata, tapi akibat ribetnya pengurusan administrasi pernikanan atau perceraian.

Misalnya dalam undang-undang bila seseorang akan melakukan poligami, istri pertama harus memberikan izin di Pengadilan Agama Islam (PAI). Istri mana yang mau memberikan izin di hadapan hakim? Sementara Alquran memperbolehkan poligami. Rasulullah SAW saat melakukan poligami tidak pernah meminta izin kepada istrinya dan tidak pernah juga memerintahkan para sahabatnya yang berniat poligami untuk meminta izin dulu dari istri pertama.

Kedua, kebanyakan orang yang melakukan nikah siri adalah duda dan janda yang tidak punya akta cerai dari PAI, karena mereka tidak mau cerai di PAI. Alasannya, tempatnya jauh, biayanya tidak terjangkau, dan prosesnya cukup lama, sehingga kadang-kadang menggunakan jasa pengacara. Berapa bayar pengacara? Terpaksa mereka membuat kesepakatan bersama untuk membuat ikrar talak di atas materai, sementara di KUA ikrar talak seperti itu tidak dilayani. Jelasnya, KUA tidak mau mencatatnya. Terpaksa mereka melaksanakan nikah siri daripada berzina. Sebenarnya, masyarakat yang melaksanakan pernikahan sangat berharap punya buku nikah.

Kemudahan administrasi

Pertanyaannya, apakah orang yang menikah dan punya surat nikah, tidak ada yang menelantarkan istri dan anak? Tidak sedikit orang yang menelantarkan anak dan istri, padahal mereka punya surat nikah! Pencatatan ini sesungguhnya untuk ketertiban administrasi saja, misalnya membuat akta dan waris. Pemerintah memang harus mengadakan pencatatan.

Di zaman Rasulullah, ada seorang perempuan yang bertanya. "Ya Rasulullah, saya sudah tidak suka terhadap suami saya. Ini bukan masalah agamanya, tapi kalau diteruskan, bisa mendorong saya melakukan maksiat". Jawaban Rasulullah saat itu, "Kalau begitu kembalikan olehmu maharnya". Cerai saja, jangan sampai berlarut-larut.

Artinya, kalau memang aturan negara mengharuskan seperti itu, apakah tidak bisa melalui KUA atau ada perwakilan PAI di KUA, supaya proses perceraian tidak sampai berbelit-belit. Sehingga akhirnya tujuan yang baik malah mendorong orang berbuat tidak baik, karena bisa menjurus pada zina.

Kalau mau membuat undang-undang baru silakan, masih banyak orang yang melanggar aturan agama Islam yang harus dipenjara, kalau bisa dihukum rajam. Di Batam misalnya, ribuan pekerja seks komersial secara tidak langsung dilegalkan oleh negara.

0 komentar on "Nikah Siri, Pencatatan atau Berbuat Zina (?)"

Posting Komentar